Pages

Kamis, 29 Oktober 2015

SEJARAH KOTA PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH (1950 - 1972)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Palangka Raya terdiri dari kata “Palangka dan Raya“. Palangka Raya Bulau berasal dari suatu wadah Palangka (bagian muka dan belakang, melukiskan bentuk gambar Burung Elang) yang menurut kepercayaan leluhur/nenek moyang suku dayak, dipakai oleh Mahatala Langit (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menurunkan manusia pertama ke atas dunia. Kota Palangka Raya adalah kota terluas ke 3 di Indonesia. Dapat dilihat sebagai kota yang memiliki 3 wajah; wajah perkotaan, wajah pedesaan dan wajah hutan. Provinsi Kalimantan Tengah terbentuk melalui proses yang panjang[1]. Sejarah pembentukan Pemerintahan Kota Palangka Raya adalah bagian integral dari pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957, lembaran Negara Nomor 53 berikut penjelasannya (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1284) berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958, Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan pembagian Provinsi Kalimantan Tengah dalam 5 Kabupaten dan Palangka Raya sebagai Ibukotanya[2]. Kota Palangka Raya secara geografis terletak pada 113˚30`- 114˚07` Bujur Timur dan 1˚35`- 2˚24` Lintang Selatan, dengan luas wilayah 2.678,51 Km2 (267.851 Ha) dengan topografi
terdiri dari tanah datar dan berbukit dengan kemiringan kurang dari 40%. Secara administrasi Kota Palangka Raya berbatasan dengan;
Sebelah Utara
:
Dengan Kabupaten Gunung Mas
Sebelah Timur
:
Dengan Kabupaten Pulang Pisau
Sebelah Selatan
:
Dengan Kabupaten Pulang Pisau
Sebelah Barat
:
Dengan Kabupaten Katingan

Curah hujan tahunan di wilayah Kota Palangka Raya selama 10 tahun terakhir (1997-2006) berkisar dari 1.840—3.117 mm dengan rata-rata sebesar 2.490 mm. Kelembaban udara berkisar antara 75—89% dengan kelembaban rata-rata tahunan sebesar 83,08%. Temperatur rata-rata adalah 26,880 C, minimum 22,930 C dan maksimum 32,520 C. Sedangkan tanah-tanah yang terdapat di wilayah Kota Palangka Raya dibedakan atas tanah mineral dan tanah gambut (Histosols). Berdasarkan taksonomi tanah (soil survey staff, 1998) tanah–tanah tersebut dibedakan menjadi 5 (lima) ordo yaitu histosol, inceptosol, entisol, spodosol dan ultisol.
Luas wilayah Palangka Raya adalah 284.250 Ha. Wilayah Kota Palangka Raya terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Kecamatan Sabangau, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu dan Kecamatan Rakumpit. Untuk Kriteria Penataan Kota, Kota Palangka Raya memiliki angka presentase tertinggi dipersepsikan oleh warganya memiliki penataan kota yang baik, yaitu sebanyak 51 %. Kota Palangka Raya meskipun masih jauh dari ukuran ideal, namun memiliki kondisi penataan kota yang cukup baik. Dari sudut pandang lain dapat dikatakan kapasitas akomodasi ruang Kota Palangkaraya terhadap pertumbuhan penduduk masih memadai. Sarana kota Palangka Raya sendiri, seperti sarana pelayanan kesehatan kota Palangka Raya, kami mengambil data pada 2009; terdapat sejumlah Rumah sakit (umum dan swasta) , Posyandu kurang lebih 128 Posyandu, Puskesmas (pembantu dan keliling) berjumlah kurang lebih 68 Puskesmas, Apotek sejumlah 53 Apotek, dan terdapat pula beberapa tempat Rumah Bersalin, Balai Pengobatan, Balai Praktek Dokter perorangan[3].
            Prasarana jalan hingga tahun 2009 tercatat sepanjang 884,52 km, dengan jenis permukaan aspal sepanjang 454,83 km, Bila dilihat dari kondisinya, jalan dengan kondisi baik sepanjang 316,36 km, sedang 146,76 km, rusak 198,09 km dan rusak berat 223,32. Sedangkan untuk kelas jalan, jalan kelas I sepanjang 60,36 km, kelas II 35,05 km, kelas IIIA 92,55 km, kelas IIIB 140,96, kelas IIIC 494,15 km, kelas tidak dirinci 61,45 km.Pada moda transportasi udara, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan berbagai sarana, fasilitas, dan pelayanan yang ada di Bandar Udara Tjilik Riwut, di antaranya yaitu dengan memperbaiki fasilitas ruang tunggu (Penambahan Ruang Tunggu VIP) dan penambahan panjang landasan pacu yang ada.
Sistem transportasi sungai adalah moda transportasi yang bersifat tradisionil dan sudah dimanfaatkan oleh penduduk sejak dahulu, hal ini didukung oleh kondisi geografis wilayah Kalimantan Tengah yang banyak dilalui sungai-sungai. Desa-desa yang menjadi bagian wilayah Kota Palangka Raya sebagian berada di tepi sungai sehingga bila transportasi darat mengalami gangguan akibat kondisi jalan yang kurang baik disaat musim hujan, maka transportasi sungai menjadi pilihan oleh sebagian penduduk. Jika kita berbicara mengenai perkembangan suatu kota, tentunya tidak terlepas dari kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Di Kota Palangka Raya, terdapat adat dan budaya khas seperti Upacara keagamaan, Kontes Budaya, nyanyian adat, tarian, dan lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, kelompok kami akan mengangkat fokus utama yaitu kota Palangka Raya sebagai kota yang berkembang. Untuk menjawab dan menjelaskan fokus utama tersebut, kelompok kami mengambil enam pertanyaan penelitian, yaitu :

1.2.1.      Bagaiaman awal mula lahirnya kota Palangka Raya.
1.2.2.      Bagaimana perkembangan kota Palangka Raya dari segi sosial, ekonomi dan budaya.
1.2.3.      Bagaimana perkembangan penduduk kota Palangka Raya.
1.2.4.      Bagaimana perkembangan mobilitas masyarakat kota Palangka Raya.
1.2.5.      Bagaimana arah pembangunan kota Palangka Raya.
1.2.6.      Apa dampak dari pembangunan kota Palangka Raya.

1.3.Tujuan Penelitian
Maksud penulisan makalah ini adalah menjelaskan bagaimana sejarah dan perkembangan dari kota Palangka Raya baik dari segi, ekonomi, sosial dan budaya, bagaimana perkembangan penduduk dan mobilitas masyarakat Kota, serta pembangunan dan dampak dari pembangunan di kota tersebut agar menambah wawasan kita mengenai Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

1.4.Ruang Lingkup
Ruang lingkup masalah pada penulisan ini terdiri dari, lingkup masalah, lingkup spasial, dan lingkup temporal atau periodesasi. Disini kami akan menjabarkan mengapa ruang lingkup ini yang kami pilih sebagai bahan makalah kami.
1.4.1.      Lingkup Masalah
Lingkup masalah yang akan kami kaji adalah mengenai sejarah kota Palangka Raya, kondisi kota dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta bagaimana perkembangan penduduk dan arah pembangunan kota Palangka Raya.

1.4.2.      Lingkup Spasial
Dalam lingkup spasial ini kami memilih lokasi kota Palangka Raya secara keseluruhan dan beberapa desa didalamnya untuk dapat mengkaji lingkup yang lebih spesifik. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus tulisan kami adalah kota Palangka Raya.
1.4.3.      Lingkup Temporal
Kami memilih periode yang dimulai sejak awal pembentukan kota Palangka Raya dari tahun 1957 sampai sekarang.

1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi pembaca, agar mengetahui bagaimana kondisi kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah baik dari aspek sosial, ekonomi dan budayanya. Khususnya gambaran atau garis besar mengenai kota Palangka Raya secara menyeluruh.


1.6. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari 4 tahapan, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pada tahap pertama yaitu heuristik, penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk permasalahan yang terkait dengan materi penulisan.
Tahap kedua adalah kritik, kritik terbagi dua yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik dilakukan untuk membandingkan sumber-sumber yang sudah diperoleh. Kritik eksternal dilakukan terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh melalui fisik dari sumber tersebut. Kemudian kritik internal juga dilakukan penulis dengan menganalisa kredibiltas materi yang terdapat dalam sumber primer dan sekunder tersebut untuk menentukan apakah sumber yang ada relevan dengan penulis.
Tahap ketiga adalah tahap interpretasi, tahap ini adalah pemberian makna terhadap data-data yang telah dikritik sehingga jelas validitasnya dan relevansinya dengan permasalahan yang ditulis oleh penulis.
Tahap keempat adalah historiografi atau penulisan sejarah. Penulisan ini dilakukan setelah semua data dikumpulkan, di kritik dan di interpretasi kemudian sampailah penulisan penelitian ini pada tahap terakhir yaitu penulisan sejarah dalam bentuk deskriptif analitis dalam konteks kesejarahan.                    

1.7. Sistematika Penulisan

Tulisan kami dibuat dalam enam bab yang bertujuan untuk menjawab semua pertanyaan penelitian yang kami buat dalam perumusan masalah. Dalam makalah yang kami buat ini terdiri atas :
BAB I – PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II – AWAL LAHIRNYA KOTA PALANGKA RAYA
Bab ini membahas tentang bagaimana sejarah lahirnya kota Palangka Raya, pemerintahan, dan komunikasi di kota tersebut.
BAB III KOTA PALANGKA RAYA DARI ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA
Bab ini membahas tentang kota Palangka Raya dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya.
BAB IV   PENDUDUK DAN MOBILATAS MASYARAKAT KOTA PALANGKA RAYA
Bab ini membahas tentang perkembangan penduduk kota Palangka Raya dari awal terbentuknya kota ini sampai sekarang serta mobilitas masyarakat kota Palangka Raya.
BAB V PEMBANGUNAN KOTA PALANGKA RAYA DAN DAMPAKNYA.
Bab ini membahas tentang arah pembangunan kota Palangka Raya dan dampak dari pembangunan tersebut bagi masyarakat sekitarnya dan luar daerah kota tersebut.
BAB VI PENUTUP
Bab ini akan menampilkan kesimpulan dari semua bab yang ada didalam makalah ini.








BAB II
AWAL LAHIRNYA KOTA PALANGKA RAYA

2.1. Undang-Undang Pembentukan Kota Palngka Raya
            Palangka Raya, itu adalah sebutan untuk ibukota Provinsi Kalimantan Tengah yang berada di tengah-tengah Pulau Kalimantan. Kota yang di rencanakan menjadi ibukota Negara Republik Indonesia ini memiliki perjalanan yang panjang dalam pembentukan Provinsi, dan kota. Terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah melalui proses yang cukup panjang sehingga mencapai puncaknya pada tanggal 23 Mei 1957 dan dikuatkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 10 tahun 1957, yaitu tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah. Sejak saat itu Provinsi Kalimantan Tengah resmi sebagai daerah otonom, sekaligus sebagai hari jadi Provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan tiang pertama Pembangunan Kota Palangka Raya dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno pada tanggal 17 Juli 1957 dengan ditandai peresmian Monumen/Tugu Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah di Pahandut yang mempunyai makna, angka 17 melambangkan hikmah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Tugu Api berarti api tak kunjung padam, semangat kemerdekaan dan membangun. Pilar yang berjumlah 17 berarti senjata untuk berperang. Segi Lima Bentuk Tugu melambangkan Pancasila mengandung makna Ketuhanan Yang Maha Esa.
Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah dibentuk dengan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah dan Perubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan Juncto Undang-Undang No. 21 tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang No. 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah dan Perubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1956, tentang Pembentukan Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 53) sebagai Undang-Undang. Dengan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1957 itu ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah adalah Pahandut. Sedangkan dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 1958 ibukota Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah diubah menjadi Palangka Raya[4]. Nama Pahandut dan Palangka Raya adalah nama tempat yang sama. Palangka Raya adalah nama baru yang diberikan sebagai perluasan dari desa Pahandut. Pahandut adalah ibukota Kecamatan Kahayan Tengah. Kedudukan ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah awalnya berada di Banjarmasin. Selanjutnya setelah selesai pembangunan gedung-gedung, kantor dan perumahan, maka dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Desember 1959 No. 52/12/2_06 kedudukan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dari Banjarmasin dipindah ke Palangka Raya yang menjdai ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah.

2.2. Awal Pemerintahan
Awal dari berfungsinya kota Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi adalah pada tanggal 23 Desember 1959, dimana dilantiknya Tjilik Riwut sebagai Gubernur pertama Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah oleh Menteri Dalam Negeri, dan Kecamatan Kahayan Tengah di Pahandut dipindahkan ke Bukit Rawi. Pada tanggal 11 Mei 1960, dibentuk pula Kecamatan Palangka Khusus Persiapan Kotapraja Palangka Raya, yang dipimpin oleh J.M. Nahan. Selanjutnya sejak tanggal 20 Juni 1962 Kecamatan Palangka Khusus Persiapan Kotapraja Palangka Raya dipimpin oleh W. Coenrad dengan sebutan Kepala Pemerintahan Kotapraja Administratif Palangka Raya.
Perubahan, peningkatan dan pembentukan yang dilaksanakan untuk kelengkapan Kotapraja Administratif Palangka Raya dengan membentuk 3 (tiga) Kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Palangka di Pahandut.
2. Kecamatan Bukit Batu di Tangkiling.
3. Kecamatan Petuk Katimpun di Marang Ngandurung Langit.
Kemudian pada awal tahun 1964, Kecamatan Palangka di Pahandut dipecah menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Pahandut di Pahandut.
2. Kecamatan Palangka di Palangka Raya
Sehingga Kotapraja Administratif Palangka Raya telah mempunyai 4 (empat) kecamatan dan 17 (tujuh belas) kampung, yang berarti ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan untuk menjadi satu Kotapraja yang otonom sudah dapat dipenuhi serta dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1965, Lembaran Negara Nomor 48 tahun 1965 tanggal 12 Juni 1965 yang menetapkan Kotapraja Administratif Palangka Raya, maka terbentuklah Kotapraja Palangka Raya yang Otonom.
Peresmian Kotapraja Palangka Raya menjadi Kotapraja yang Otonom dihadiri oleh Ketua Komisi B DPR-GR, Bapak L.S. Handoko Widjoyo, para anggota DPR-GR, Pejabat-pejabat Depertemen Dalam Negeri, Deputi Antar Daerah Kalimantan Brigadir Jendral TNI M. Panggabean, Deyahdak II Kalimantan, Utusan-utusan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan dan beberapa pejabat tinggi Kalimantan Lainnya. Upacara peresmian berlangsung di Lapangan Bukit Ngalangkang halaman Balai Kota dan sebagai catatan sejarah yang tidak dapat dilupakan sebelum upacara peresmian dilangsungkan pada pukul 08.00 pagi, diadakan demonstrasi penerjunan payung dengan membawa lambang Kotapraja Palangka Raya.
Demonstrasi penerjunan payung ini, dipelopori oleh Wing Pendidikan II Pangkalan Udara Republik Indonesia Margahayu Bandung yang berjumlah 14 (empat belas) orang, dibawah pimpinan Ketua Tim Letnan Udara II M. Dahlan, mantan paratrop AURI yang terjun di Kalimantan pada tanggal 17 Oktober 1947. Demonstrasi penerjunan payung dilakukan dengan mempergunakan pesawat T-568 Garuda Oil, di bawah pimpinan Kapten Pilot Arifin, Copilot Rusli dengan 4 (empat) awak pesawat, yang diikuti oleh seorang undangan khusus Kapten Udara F.M. Soejoto (juga mantan Paratrop 17 Oktober 1947) yang diikuti oleh 10 orang sukarelawan dari Brigade Bantuan Tempur Jakarta. Selanjutnya, lambang Kotapraja Palangka Raya dibawa dengan parade jalan kaki oleh para penerjun payung ke lapangan upacara. Pada hari itu, dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Tjilik Riwut ditunjuk selaku penguasa Kotapraja Palangka Raya dan oleh Menteri Dalam Negeri diserahkan lambang Kotapraja Palangka Raya.
Pada upacara peresmian Kotapraja Otonom Palangka Raya tanggal 17 Juni 1965 itu, Penguasa Kotapraja Palangka Raya, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, menyerahkan Anak Kunci Emas (seberat 170 gram) melalui Menteri Dalam Negeri kepada Presiden Republik Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan pembukaan selubung papan nama Kantor Walikota Kepala Daerah Kotapraja Palangka Raya.
Didalam Surat Keputusan pada tanggal 24 April 1961 No. 3/Pem. 170_C-2-3, tentang pembentukan Kantor Kotapraja Administratif Palangka Raya, yang seterusnya dalam proses bebrbentuk Kotamdya Palangka Raya (1975). Dalam penyelenggaran pemerintahan Tingkat Provinsi dan Kotapraja Palangka Raya pada waktu itu dirasakan adanya kekurangan pegawai, terutama pada formasi pegawai tingkat I yang perlu didatangkan dari pusat. Satu-satunya jalan adalh mengangkat pegawai harian untuk kelancaran pelayanan kepada masyarakat. Kota Palangka Raya termasuk daereh yang pendapatnnya kecil karena hanya mengandalkan usaha dari kota Palangka Raya.



BAB III
KOTA PALANGKA RAYA DARI ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA

3.1. Aspek Sosial
Penduduk palangkaraya terdiri dari dari berbagai suku bangsa yang datang membawa kebudayaannya masing-masing. Suku bangsa yang tersebar yakni suku Dayak, Banjar, Manura, Jawa, Sunda, Bali, Batak, Padang, Ambon, Makassar, Bima, Manado, dan Cina. Perbedaan antara yang kaya dan yang miskin tidak terlalu Nampak, banyak orang yang kelihatannya miskin tetapi, karena usahanya yang tekun lambat laun dapat mengubah memperbaiki keadaannya missalnya dengan menjadi pedagang, pengusaha atau pemborong. Dari keseluruhan penduduk Palangkaraya, 47,22 % berumur 15 tahun ke atas yang merupakan penduduk usia produktif secara ekonomis. Sebagian besar penduduk (28,98 %) berumur 15 tahun ke atas bekerja di sektor perdagangan, sedangkan sektor terkecil  penyerapannya adalah sektor listrik, gas dan air yakni 0,72 %. Tingkat pendidikan SDM yang bekerja Relatif masih rendah, terlihat dari tingkat pendidikan penduduk yang bekerja itu sendiri. Berdasarkan jumlah pencari kerja yang terdaftar tercermin tidak terdapat ketimpangan antara pencari kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Rata-rata setiap tahunnya tidak lebih dari 22,16 % dari seluruh jumlah pencari kerja terdaftar yang mendapat pekerjaan, dan sisanya sekitar 77,84 % masih belum mendapatkan kesempatan untuk bekerja.
Berikut ini adalah beberapa mata pencaharian masyarakat kota Palangkaraya seperti:
·         Usaha Industri
Industri yang dihasilkan kota Palangkaraya untuk memenuhi kebutuhan warga setempat, misalnya industry makanan : Tahu, Tempe, dan Roti. Industri barang logam ( percetakan ) bahan bangunan (bata, penggergajian). Tenaga kerja kebanyakan berasal dari Madura, Jawa, dan Banjarmasin

·         Produksi pertanian
Tanaman padi, sayuran hanya untuk kebutuhan penduduk saja, ditanam di daerah transmigrasi, kecamatan pahandut. Luas areal dapat ditanami padi 58 ha.
·         Produksi hasil Hutan
Produksi hasil hutan yang  dihasilkan  misalnya:
a.        kayu ramin, yang merupakan jenis bahan ekspor pertama dikota Palangkaraya.
b.      Rotan
Aspek Sosial yang mempengaruhi Kota Palangka Raya selain Stratifikasi dan mata pencaharian, bisa juga dilahat dari perhimpunan sosial yang terdiri dari ibu-ibu yang tergabung dalam unit dikantornya, selalu menhgadakan arisan bersama. Ada juga perhimpunan-perhimpunan, seperti paguyuban orang Maksasar, orang Bima, Orang Manado, Orang Ambon, orang Batak, dan lain-lain. Di kalangan suku Dayak sendiri terdapat perhimpunan, seperti warga Pangkalan Bun, Barito, dan Katingan[5]. Perhimpunan mereka ini bersifat tidak resmi tetapi bersifat sosial, misalnya ada perkawinan, dan kematiaan. Sebelum mengadakan pertemuan resmi atau kadang kala sesudahnya mereka mengadakan pertemuan khusus antar warga mereka, dengan adat yang berlaku dari daerah mereka.

3.2. Aspek Ekonomi
PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2008, 2.735,58 milyar rupiah atau meningkat 15,68 % dari tahun sebelumnya. PDRB atas dasar harga konstan 2000, terjadi kenaikan sebesar 5,94 % dari tahun sebelumnya yaitu 1.384,02 milyar rupiah. Tahun 2008, sektor jasa-jasa memberi sumbangan yang terbesar dalam pembentukan PDRB, yaitu sebesar 33,77 %. Kemudian disusul secara berturut-turut oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 20,66 %, sektor perdagangan, restoran dan hotel 15,66 %, sektor bangunan 6,93 % dan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 6,85 %. Bila dilihat dari pendapatan regional perkapita Kota Palangka Raya tahun 2008, naik sebesar 14,15 persen dari tahun sebelumnya yakni dari Rp. 10,13 juta menjadi Rp. 11,56 juta rupiah. Khusus untuk indikator-indikator makro ekonomi target pencapaian kinerja ditetapkan tiap tahun dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), sehingga yang dapat diukur sampai dengan saat ini baru pada tingkat pencapaian kinerja dari target tahunan saja.

3.3 Aspek Budaya
Dikarenakan masyarakat Palangkaraya berasal dari berbagai suku bangsa seperti suku Dayak, Banjar, Manura, Jawa, Sunda, Bali, Batak, Padang, Ambon, Makassar, Bima, Manado, dan Cina. Hal ini menyebabkan keberagaman dalam budaya yang dimiliki di Palangkaraya.Hal ini juga menyebabkan keberagaman dari segi kesenian yang dimiliki oleh masyarakatnya, mulai dari seni suara (nyanyian), seni ukir, seni lukis maupun seni tari.
Selain itu juga ada upacara adat yang masih dianut oleh masyarakat palangkaraya, seperti upacara adat Tiwah. Upacara adat Tiwah merupakan upacara keagamaan bagi masyarakat penganut Hindu Kaharingan (agama tertua di Kalimantan), upacara adat ini dipercaya merupakan prosesi menghantarkan roh leluhur atau sanak keluarga yang telah meninggal dunia menuju alam baka, dengan cara  menyucikan dan memindahkan sisa-sisa jasad yang berupa tulang belulang dari liang kubur ke tempat yang dinamakan Sandung. Ritual ini juga dilengkapi persembahan hewan yang biasanya berupa kerbau, oleh sebab itu biaya yang dikeluarkan untuk melakukan ritual ini cukup mahal.
Masyarakat dayak seperti yang terdapat di Palangkaraya menggununankan nyanian-nyanyian untuk melakukan berbagai aktifitas seperti upacara adat maupun untuk keseharian mereka, seperti Natum yang merupakan nyanyian mengenai sejarah masa lalu (tetek tatum), natum Pangpanggal yang merupakan nyanyian ratap  tangis  kesedihan  karena  kematian  anggota keluarga, Dongdong nyanyian pada saat manugal padi (menanam padi), Dodot nyanyian pada saat berkayuh di perahu/rakit, Marung nyanyian pada saat diadakan pesta besar, Ngandan nyanyian orang tua saat menimang anak-anaknya, Jaya yang dinyanyikan oleh dukun pada saat mengobati orang sakit, Baratabe nyanyian  yang  tujuannya  untuk  menyambut  kedatangan tamu dan banyak lagi nanyian yang lain.
            Di masyarakat dayak juga terdapat seni ukir dan seni lukis, seni ukir sendiri menjadi kegiatan keseharian yang dilakukan sebagai tradisi suku Dayak. Ukiran dengan motif khas dibuat pada hulu Mandau, Sepundu, sarung Mandau, sumpitan dan lainnya.Biasanya hasil dari ukiran ini nantinya akan dijual oleh masyarakat sebagai oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan , seperti ke kota Palangkaraya.  Untuk seni lukis, masyarakat dayak biasa menggunakan banyak mesia untuk melakukan kegiatan melukis, kita dapat melihat lukisan khas suku dayak pada peti mati yang disebut runi, kakurung, dan sandung. Dan kita juga dapat melihal lukisan khas suku dayak sebagai tato di tubuh manusia yang sekarang hamper punah, yang dikenal dengan tato dayak Ngaju.
Seni tari merupakan kesenian yang sangat digemari masyarakat dayak seperti halnya masyarakat dayak di Palangkaraya. Hampir semua suku Dayak gemar menari, tari-tarian Dayak ada beragam jenisnya, seperti Tari Nasai yang merupakan tarian untuk menyambut kedatangan tamu atau menyambut pahlawan yang menang perang. Ada juga tari Balian khusus dilakukan pada upacara mengobati orang sakit  oleh  suku Dayak  Ma’anyan, tarian ini juga disertai dengan peralatan seperti sepasang gelang terbuat dari  logam  yang  menimbulkan  suara  gemerincing serta ketambung. Selain itu ada juga tari Kanjan Pahi yang merupakan tarian sakral yang dilakukan pada saat upacara tiwah.Tari Tugal,tarian yang dilakukan ada saat menugal  padi. Ada juga Tari Nginyah/Kinyah/Kenyah yang terkenal dengan nama tari perang untuk membela  diri  dalam  peperangan  yang  dilakukan oleh pria dan wanita. Tarian ini diiringi oleh alunan suara kecapi dan menggunakan sejata seperti Mandau, sumpitan dan perisai (talewang), serta ada banyak tarian lainnya.




BAB IV
PENDUDUK DAN MOBILATAS MASYARAKAT KOTA PALANGKA RAYA

4.1. Penduduk Kota
Menurut survei penduduk jumlah penduduk Kota Palangkaraya pada 31 Desember 2011 sebanyak 224.663 orang, terdiri dari 114.898 (51,14%) laki-laki dan 109.765 (48,86%) perempuan. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata 84 orang tiap Km². Untuk persebaran penduduk Palangkaraya, persebarannya tidak merata, dimana sebagian  besar penduduknya terkonsentrasi di Kecamatan Pahandut dan Kecamatan Jekan Raya (86,79%) dan  sisanya (13,21%) tersebar di Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Sabangau dan Kecamatan  Rakumpit. 
            Apabila yang dimaksudkan penduduk Kotamdaya, maka adalah mereka yang telah bertempat tinggal di Dati II Palangka Raya selama enam bukan berturut-turut, atau orang yang menyatakan dirinya pindah dari tempat asalnya dan ingin menetap di Dati I Palangka Raya. Dati II Palangka Raya memiliki dua kecamatan dan 17 desa.
            Penduduk kota yang dimaskud disini adalah masyarakat perkotaan yang mempunyai penggolongan tertentu, baik status, fungsi, peranan, maupun , sarana fisiknya. Kota Palngka Raya dimana tinggal masyarakat perkotaan yang terletak di kecamatan Pahandut dan di desa Palangka, Langkai dan Pahandut. Letak desa tersebut berdampingan dalam satu wilayah kota. Di tiga wilayah inilah pusat kegiatan masyarakat perkotaan berlangsung, dengan menggunakan fasilitas sarana dan prasarana kota. Dan disini pula terpusat pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan yang menyangkut pengembangan daerah provinsi Kalimantan Tengah.
Luas daerah kota Palangka Raya secara adminstratif (Kotamadya) adalah 2.400 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar 68.755 jiwa, di lihat dari masyarakat perkotaan seluas 381 Km2 (15,88%), meliputi tiga desa : Pahandut (175 Km2), Langkai (70 Km2) dan Palangka (136 Km2). Penduduk yang berada di kawasan kota, sekitar 57.587 jiwa atau 84% dari penduduk Kotamadya Palangka Raya sisanya memencar. Jumlah penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun 41,77% (data registrasi penduduk Kotamadya Palangka Raya tahun 1983).
Menurut catatan BKKBN Perwakilan Palangka Raya (1983),  pertumbuhan penduduk kota Palangka Raya setelah akhir Pelita I, berjumlah 25.050 Jiwa, akhir Pelita II 48.126 Jiwa (kenaikan 92,12%), atau rata-rata kenaiakn per tahun 18,42%. Menjelang masa akhir Pelita III (registrasi) 57.138 Jiwa (18,75%), atau rata-rata kenaikan per tahun 3,75%. Perkembangan penduduk secara pesat terjadi pada saat mulainya Pelita II sampai di awal Pelita III. Koat Palangka raya merupakan pertemuan berbagai manusia dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda dan berbagai strata sosial dari yang terendah sampai yang tertinggi sesuai dengan asal daerahnya.
Penduduk Palangka Raya terdiri dari sebagian besar suku Dayak. Pekerjaan mereka rata-rata sebagai pegawai, mulai dari golongan rendah sampai tinggi. Agamanya 50% Kristen, 30% Islam, dan 15% Hindu Kaharingan, 5% lain-lainnya. Suku Banjar adalah urutan kedua, agamanya 100% Islam. Pekerjaannya rata-rata sebagai pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang kecil dan ada juga sebagian pegawai. Ketiga suku Madura, agamanya 100% Islam. Pekerjaannya rata-rata sebagai buruh dan pedagang kecil. Keempat suku Jawa, agamanya 75% Islam, 20% Kristen, serta 5% lain-lainnya. Suku Jawa nampaknya menempati semua jenis pekerjaan dan di semua tingkat strata sosial mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Kelima Suku Batak, Suku Padang, dan dari daerah Sumatera lainnya. Pekerjaan mereka rata-rata sebagai pegawai, juga mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Agama mereka 50% Islam dan 50% Kristen. Keenam dari Bali. Pekerjaan mereka rata-rata sebagai pegawai, juga menempati posisi yang terendah sampai tertinggi. Ketujuh dari Makasar, Ambon, Manado, Bima, dan lain-lainnya. Pekerjaan mereka sebagai pegawai, yang menempati posisi yang terendah sampai yang tertinggi. Agama mereka sesuai dimana mereka berasal, yaitu yang berasal dari Makasar dan Bima 100% Islam dan yang berasal dari Ambon dan Manado 100% Kristen.
Pendatang di sekitar tahun 1957 sampai 1967, sebagai pegawai yang ditempatkan ke daerah Kalimantan Tengah di Palangka Raya, hampir tidak ada yang datang disertai dengan keluarga. Baru setelah beberapa bulan dan bahkan tahunan, menyusul keluarganya. Dan apabila dalam beberapa tahun kemudian penghidupan nampaknya layak, maka menyusullah keluarga, kerabat atau kenalannya. Mereka dicarikan pekerjaan, ada yang sebagai pegawai, pedagang, penggarap tanah, pelajar, dan sebagainya, dan akhirnya menetap di Palangka Raya.
Mengenai warga Cina,  sebelum tahun 1970 hampir tidak terlihat warga cina. Baru setelah tahun 1973 ada beberapa warga Cina, kebanyakan pedagang. Gejala untuk menguasai pasar sudah mulai terlihat. Toko-toko yang besar sudah dirintis mereka, terutama di jalan yang ramai dan strategis.

4.2. Transmigrasi
            Kepadatan penduduk menurut wilayah Kalimantan Tengah rata-rata 6 orang per Km2 tahun 1981, sementara di daerah kepadatan tidak merata. Kepadatan penduduk di Koatmadya Palangka Raya rata-rata 27 per orang Km2, sedangkan khusus kota Palangka Raya sekitar 150 Km2 (1983). Jika dipakai ukuran standar angka kenaikan yang lazim dalam pertumbuhan penduduk 2,5% maka dalam jangka waktu yang cukup panjang, penduduk Kalimantan Tengah akan tetap merupakan daerah yang berpenduduk jarang, sementara kota Palangka Raya tetap memiliki irama penghidupan yang monoton, tanpa pernah tedengar irama yang dinamis. Dan pemainnya juga itu-itu saja, berkembang pelan secara alamiah yang tidak imajinatif dan inspiratif serta tidak ada irama baru (modernisasi).
            Keberhasilan transmigrasi spontan karena banyaknya orang yang tidak terikat dengan satu pekerjaan. Orang Madura, Bali, Banjar merupakan transmigrasi spontan yang menjadi pahlawan pembangunan tanpa bintang jasa. Peranan mereka adalah sebagai perintis dalam pembukaan hutan  menjadi daerah permukiman, pertanian, perkebunan, dan bahkan sampai kepada bisnis tanah.
            Masalah transmigrasi adalah masalah nasional. Transmigrasi dilakukan untuk mengatasi kepadatan penduduk yang tidak merata, dan orientasinya adalah untuk pembangunan nasional, terutama dalam usaha pengembangan wilayah. Transmigrasi yang ada di Kalimanatan Tengah, dimana diharpakan sebagai tenaga produktif nampaknya tidak banyak diharapkan. Transmigrasi, sebagaiman dimaksudkan adalah pemindahan dn kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan didalam wilayah Republik Indonesia sudah diatur dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1972, dan penyelenggarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1973 tanggal 28 November 1973, dan disusul dengan Keputusan Presiden No. 2 tahun 1973, tanggal 4 Januari 1973 tentang Penetapan beberapa Provinsi sebagai Daerah Transmigrasi, antara lain : Daerah Palangka Raya, di desa Bereng Bengkel.
            Dalam usaha transmigrasi yang dilaksanakan pemerintah, Departemen Transmigrasi berusaha bagaimana mendorong dan menarik orang supaya bersedia bertransmigrasi. Usaha ini ternyata berhasil. Tetapi pengelolaan para transmigran tidak mudah, betah di daerah baru itu. Mengapa demikian? Karena lokasi transmigrasi diadkan untuk membuka pemukiman baru. Tampaknya para transmigran kurang kreatif. Transmigrasi yang ada di Kalimantan Tengah umumnya dan khusunya daerah Palangka Raya yng dikelola pemerintah, nampaknya belum mampu mendatangkan penghasilan masyarakat lain. Tujuan semula untuk menjadi tenaga produktif ternyata hanya menjadi konsumen. Timbul anggaran transmigrasi di Kalimantan Tengah umumnya dan Palangak Raya khsusnya, kurang prosuktif dan kreatif.

4.3. Mobilitas Masyrakat
            Sejak berdirinya Palangka Raya tahun 1957 sampai tahun 1983, banyka membawa perubahan besar bagi kehidupan sosial ekonomi. Perubahan tersebut ada yang horisontal dan ada juga yang vertikal. Perubaha tersebut didapatkan, baik karena ia sebagai pegawai yang tekun, pedagang yang rajin, penggarap tanah yang sabar dan rajin, pengusaha yang bersemangat serta termasuk juga karena kepimpinan dalam partai politik. Mobilitas Horisontal yang dimaksud adalah seperti cerita yang ditemukan di daerah pasar, dimana penduduknya kebanyakan orang Banjar. Mereka juga semula datang sebagai tukang sol sepatu, pedagang warung, dan lain-lain. Namun karena ketekunan yang mereka melayani masyarakat, sediki demi sedikit tap pasti, mereka akhirnya dapat membangun toko yang relatif besar, rumah permanen dan bahkan ada yang naik haji. Sedangkan mobilitas vertikal dicontohkan seperti tokoh politik, pendidik, dan pejabat yang ada sekarang adalah bukan orang yang menerima kedudukan dari alngit, melainkan denga ketekunannya, perjuangan keras yang dilakukan dari bawah sampai menjadi seorang pimpinan.


BAB V
PEMBANGUNAN KOTA PALANGKA RAYA DAN DAMPAKNYA.

5.1. Arah Pembangunan Kota Palangka Raya
            Dalam Pelita IV arah dan kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh selama Pelita III perlu dilanjutakn dan ditingkatkan agar makin dapat dirasakan peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi seluruh rakyat dan dengan demikian akan memperkokoh ketahan nasional. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan maka perlu ditingkatkan usaha pembinaan pemanfaatan potensi sumber daya manusia dengan meningkatkan pembangunan di berbagai sektor, antara lain dengan mengutamakan pembangunan yang meningkatkan pengadaan pangan dan mutu gizi, memperluas fasilitas dan memperbaiki mutu pendidikan dan latihan kerja serta meningkatkan pelayanan kesehatan. Dengan usaha tersebut diharapkan dapat tercipta manusia yang tangguh, berbudi luhur, cakap, terampil, percaya pada diri sendiri dan bersemangat membangun bangsa.
Kalimantan Tengah dalam melaksanakan pembanguan dareah menentukan pula arah dan kebijaksanaan pembangunan terutama usaha meningkatkan pemertaan pembngunan dan hasil-hasilnya, laju pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi, sosial politik serta pelaksanaan delapan jalur pemerataan. Peningkatan produksi sektor pertanian, melalui permukiman penduduk lewat transmigrasi sebagai sumber daya manusia. Peningkatan di bidang perhubungan, dilakukan melalui usaha rehabilitasi dan pembangunan prasarana laut, darat, udara, telekomunikasi dan sarana pos. Peningkatan di bidang sosial budaya, terutama dalam sektor pendidikan. Usaha tersebut adalah untuk menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia umumnya dan Kalimantan Tengah khususnya.


5.2. Pembangunan Perkotaan
            Pembangunan perkotaan perlu dilakukan secara berencana dengan lebih memperhatikan keserasian hubungan antar kota dengan lingkungan dan antar kota dengan daerah pedesaan sekitarnya, serta keserasian pertumbuhan kota itu sendiri. Kota Palangka Raya sebagai kota Provinsi masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan kota-kota provinsi lainnya. Ini dapat dimaklumi kata Gubernur W.A. Gara, bahwa Palangka Raya belum memiliki potensi yang menonjol untuk dapat dibanggakan sebagai usaha laju tumbuh dan berkembangnya kota, ditandaskan lagi “potensi-potensi tersebut antara lain : potensi manusia sumber daya, termasuk tenaga ahli, terampil”. Penanaman modal terutama usaha wiraswasta untuk mengembangkan usaha industri. Sementara ditambah adanya kesulitan komunikasi yang menghubungkan kota dengan daerah lain belum rampung. Diharapkan Pelita IV jalur komunikasi ini dapat menembus daerah Kasongan dan sampai ke Sampit[6].
            Memang Palangka Raya adalah dibangun diatas hutan rimba dan di “Master Plan”, dibiayai dan digarap oleh bangsa Indonesia. Wajah Palangka Raya setiap tahunnya menjadi cantik dan kecantikannya lebih tampak lagi pada masa Pelita III. Dalam Pelita IV kecantikan tersebut mampu diharapkan menarik perhatian luar, tentunya untuk dikomersilkan guna menambah pendapatan daerah yang cukup miskin. Dan yang terpenting kecantikan Palangka Raya harus disertai dengan pendidikan yang tinggi, dimana mampu menularkan kecakapannya kepada orang lain, terutama kerabatnya di daerah-daerah.

5.3. Dampak Pembangunan Kota Palangka Raya
            Hampir semua pembangunan yang dilakukan untuk kota Palangka Raya membawa dampak positif. Rencana pembangunan kota Palangka Raya selalu dapat dilaksanakan tanpa membawa pengaruh kehidupan sosial budaya masyarakat. Pembanguna Palangka Raya belum banyak melibatkan teknologi modern. Industri besar yang menimbulkan polusi udara belum ada. Tenaga asing datang, baik sebagai tenaga ahli pembangunan, maupun tenaga observer, tidak membawa perubahan tata nilai masyarakat setempat.
            Membaurnya suku-suku bangsa di kawasan Indoensia yang sejak dulu kota Palangka Raya dibangun tidak pernah menimbulkan pertentangan nilai, karena nilai standar dimiliki oleh bangsa Indonesia, yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Masalah tanah sebagai tempat dimana pembangunan dilaksanakan belum merupakan masalah. Tanah adat kecuali desa Jekan dan desa Pahandut yang terletak dijalur Jalan A. Yani tidak ada. Yang ada hanya hak untuk menggarap saja. Pertanian untuk tanah yang sudah digarap diatur dalam perundangan. Kalau ada yang mengatakan “tanah adat” itu berarti hanya manipulator yang tak bertanggung jawab[7].
            Hal-hal kecil, misalnya perumahan liar memang ada dan kebanyakan dapat diatur. Namun beberapa orang sebagai pembangkang, dimana tetap mempertahankan tanahnya karena menuntut ganti rugi yang tidak rasional. Masalah tanah ini seandainya ada keterpaduan dari beberapa aparat pemerintah untuk bersama-sama menangani kasus tanah ini akan dapat diselesaikan segera. Demikianlah dampak pembangunan kota Palangka Raya.



BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
            Isu perpindahan ibukota dari jakarta ke palangkaraya, memicu kami untuk memlih palangkaraya sebagai objek kajian makalah kami. Palangkaraya yang kini menjadi ibukota provinsi kalimantan tengah merupakan sebuah kota yang memiliki proses sejarah yang panjang. Pada awalnya, provinsi kalimantan tengah sebelumnya beribukota di Pahandut. Pembangunan Kota Palangka Raya dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno pada tanggal 17 Juli 1957 dengan ditandai peresmian Monumen/Tugu Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah di Pahandut yang mempunyai makna, angka 17 melambangkan hikmah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Awal dari berfungsinya kota Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi yakni pada tanggal 23 Desember 1959, dimana dilantiknya Tjilik Riwut sebagai Gubernur pertama Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah oleh Menteri Dalam Negeri, dan Kecamatan Kahayan Tengah di Pahandut dipindahkan ke Bukit Rawi. Pada tanggal 11 Mei 1960, dibentuk pula Kecamatan Palangka Khusus Persiapan Kotapraja Palangka Raya, yang dipimpin oleh J.M. Nahan. Selanjutnya sejak tanggal 20 Juni 1962 Kecamatan Palangka Khusus Persiapan Kotapraja Palangka Raya dipimpin oleh W. Coenrad dengan sebutan Kepala Pemerintahan Kotapraja Administratif Palangka Raya. Penduduk palangkaraya terdiri dari dari berbagai suku bangsa yang datang membawa kebudayaannya masing-masing. Suku bangsa yang tersebar yakni suku Dayak, Banjar, Madura, Jawa, Sunda, Bali, Batak, Padang, Ambon, Makassar, Bima, Manado, dan Cina. Perbedaan antara yang kaya dan yang miskin tidak terlalu Nampak, banyak orang yang kelihatannya miskin tetapi, karena usahanya yang tekun lambat laun dapat mengubah memperbaiki keadaannya. Akibat dari terdapat berbagai macam suku bangsa di kota palangkaraya, terdapat berbagai macam keragaman budaya di kota ini. Kota palangkaraya bukanlah kota padat seperti ibukotaprovinsi di pulau jawa, Menurut survei penduduk jumlah penduduk Kota Palangkaraya pada 31 Desember 2011 sebanyak 224.663 orang. Penduduk Palangka Raya terdiri dari sebagian besar suku Dayak, kemudian suku banjar, jawa, madura,sunda dan suku dari sumatera lainnya. Provinsi kalimantan tengah merupakan provinsi yang jarang penduduk, oleh karena itu transmigrasi memiliki peranan penting dalam pemerataan penduduk dan meningkatnya pembangunan di wilayah kalimantan tengah, khususnya kota palangkaraya.  Transmigrasi, sebagaimana dimaksudkan adalah pemindahan dan kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan didalam wilayah Republik Indonesia sudah diatur dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1972, dan penyelenggarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1973 tanggal 28 November 1973, dan disusul dengan Keputusan Presiden No. 2 tahun 1973, tanggal 4 Januari 1973 tentang Penetapan beberapa Provinsi sebagai Daerah Transmigrasi, antara lain : Daerah Palangka Raya, di desa Bereng Bengkel.
Sejak berdirinya Palangka Raya tahun 1957 sampai tahun 1983, banyka membawa perubahan besar bagi kehidupan sosial ekonomi. Perubahan tersebut ada yang horisontal dan ada juga yang vertikal. Perubaha tersebut didapatkan, baik karena ia sebagai pegawai yang tekun, pedagang yang rajin, penggarap tanah yang sabar dan rajin, pengusaha yang bersemangat serta termasuk juga karena kepimpinan dalam partai politik.selain itu, tercipta juga Peningkatan produksi sektor pertanian, melalui permukiman penduduk lewat transmigrasi sebagai sumber daya manusia. Peningkatan di bidang perhubungan, dilakukan melalui usaha rehabilitasi dan pembangunan prasarana laut, darat, udara, telekomunikasi dan sarana pos. Peningkatan di bidang sosial budaya, terutama dalam sektor pendidikan.







DAFTAR PUSTAKA

Sejarah Sosial Palangka Raya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: 1992
palangkaraya.go.id diunduh 02/11/2014 pukul 19.25 WIB




[1] Palangkaraya.go.id
[2] Kota Palangka Raya dalam Angka 2009, hal. 2.
[3] Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya
[4] Sejarah Sosial Palangka Raya, Hal 51
[5] Sejarah Sosial Palangka Raya, Hal 117
[6] Ceramah Gubernur W.A. Gara dalam pemberangkatan KKN Unpar tahun 1979.
[7] Sejarah Sosial Palangka Raya, Hal 150

2 komentar:

  1. JANGAN TUNDA KEMENANGAN ANDA
    RAIH KEMENANGAN ANDA SEKARANG JUGA BERSAMA KAMI !
    DI WWW(.)ZOYA99(.)COM
    DEPOSIT MINIMAL 20 RIBU BISA MENANG JUTAAN
    DENGAN KEUNTUNGAN
    PROSES DEPO WD CEPAT
    PELAYANAN CEPAT, BAIK, RAMAH DAN PROFESIONAL
    SIAP MEMBANTU 24 JAM
    KARTU BAGUS DIBAGIKAN OLEH BANDAR
    PERSENTASE KEMENANGAN 85%

    TUNGGU APALAGI JIKA BISA MERAIH JUTAAN SEKARANG JUGA ?
    CONTACT KAMI :
    Pin BBM : D8B82A86
    Pin BBM : 2BE5BC31
    Line : zoya_qq
    WA : +85515370075

    www(.)zoya99(.)com

    BalasHapus
  2. Harrah's Cherokee Casinos - Mapyro
    Compare 안성 출장마사지 Harrah's Cherokee Casinos 사천 출장샵 and other casinos in Cherokee, NC. Find reviews, photos and prices 양주 출장샵 for Harrah's Cherokee 영주 출장샵 Casino 광주 출장안마 in Cherokee.

    BalasHapus

 

Blogger news

About

Dilarang Plagiasi